Aku tak pernah menyangka akan ada edisi 3 ini. Aku, mahasiswa kedokteran, yg kemungkinan besar akan lanjut koas, trus jadi dokter, internship, kerja, praktek, dsb., masuk pondok lagi, mungkinkah? Meskipun di resolusi 2013 msh bnyk kucantumkan mimpi2 yg berhubungan dengan dunia pondok, tapi aku tak pernah terpikir realisasinya.
Dan lalu, di sinilah aku, pondok pesantren alFajar.
Saat tulisan ini kurangkai, aku sudah lewat setengah tahun di sini. Banyaaak sekali kisah suka duka yg luar biasa bersama teman2 di sini.
Yg saat ini mau ku-share adl sebuah catatan lama...
Ahad, 7 Oktober 2013
Aku pernah menumpahkan air mata nangis sekencang-kencangnya di pesantren ini. Tp tentu aja, aku ga mau ada teman yg lihat, ga mau ada yg tau aku habis nangis, aplg krn persoalan di pondok.
Wkt itu aku sedih, sakit hati, marah bingung.. Aku merasa ini semua tdk adil buatku. Takut yg lain keberatan, katanya? Bagaimana dgnku? Memangnya aku tdk berat? Egoku tak terima. Aku kembali seperti anak2 yg menuntut perlakuan yg persis sama. Dan segala perasaan yg meluahkan air mata itu akhirnya membawaku pd 1 kesimpulan sikap: aku pilih berdiam diri.
Sampai akhirnya, aku ditegur oleh seorg saudara, diingatkan lg ttg perjuangan Rasul saw yg tdk sll mulus, ttg Rasul yg harus sll mengerahkan tenaga dan pikiran ekstra, pdhl kalau beliau mau, beliau bs saja bersantai, ada sahabat yg akan dgn sukarela meringankan pekerjaan beliau. Aku juga diingatkan utk menguatkan ukhuwwah di antara kami.
Akhirnya pd malam senin, malam yg dijadwalkan libur dr pelajaran pesantren, aku cb mengumpulkan segenap kekuatan dan keberanian utk bicara serius sama semua teman. Bicara dari hati ke hati. Evaluasi diri.
Di situ aku baru tahu..
Wkt itu aku sedih, sakit hati, marah bingung.. Aku merasa ini semua tdk adil buatku. Takut yg lain keberatan, katanya? Bagaimana dgnku? Memangnya aku tdk berat? Egoku tak terima. Aku kembali seperti anak2 yg menuntut perlakuan yg persis sama. Dan segala perasaan yg meluahkan air mata itu akhirnya membawaku pd 1 kesimpulan sikap: aku pilih berdiam diri.
Sampai akhirnya, aku ditegur oleh seorg saudara, diingatkan lg ttg perjuangan Rasul saw yg tdk sll mulus, ttg Rasul yg harus sll mengerahkan tenaga dan pikiran ekstra, pdhl kalau beliau mau, beliau bs saja bersantai, ada sahabat yg akan dgn sukarela meringankan pekerjaan beliau. Aku juga diingatkan utk menguatkan ukhuwwah di antara kami.
Akhirnya pd malam senin, malam yg dijadwalkan libur dr pelajaran pesantren, aku cb mengumpulkan segenap kekuatan dan keberanian utk bicara serius sama semua teman. Bicara dari hati ke hati. Evaluasi diri.
Di situ aku baru tahu..
Ternyata kehidupan di pesantren ini tidak mudah bagi bbrp teman. Sama sekali tidak mudah. Salah seorg malah terang-terangan cerita, sempat terpikir mau pindah krn tidak sanggup. Itupun msh bnyk yg blm dpt kesempatan bicara. Kalau semua bicara, barangkali senada. Ya, ternyata mereka merasa berat dan kesulitan mengatur waktu antara perkuliahan, amanah di kampus ataupun tempat lain dan jdwl pesantren dgn target tilawah dan hafalannya serta pelajaran malam.
Aku ga pernah tau itu. Aku sendiri ga banyak merasa berat.
Aku ga pernah tau itu. Aku sendiri ga banyak merasa berat.
Aku ga pernah tau perasaan mereka sebelumnya.
Benar rupanya kata2 yg dilemparkan padaku bhw aku bs lebih mudah menjalani ini semua, krn aku sudah pernah di pesantren sblmnya, hafalanku sudah lebih bnyk dan lbh lancar dr yg lainnya, jdwl setoranku hny 2 hari per pekan.. Aku yg sejauh ini merasa ringan bahkan sangat senang tinggal di pesantren ini, rupanya menuntut terlalu bnyk dari saudari2 yg bhkn aku tak coba cari tau perasaan mereka...
Benar rupanya kata2 yg dilemparkan padaku bhw aku bs lebih mudah menjalani ini semua, krn aku sudah pernah di pesantren sblmnya, hafalanku sudah lebih bnyk dan lbh lancar dr yg lainnya, jdwl setoranku hny 2 hari per pekan.. Aku yg sejauh ini merasa ringan bahkan sangat senang tinggal di pesantren ini, rupanya menuntut terlalu bnyk dari saudari2 yg bhkn aku tak coba cari tau perasaan mereka...