Oiya,! Rifi jd inget, td mau cerita soal hujan yg aneh dan lucu bgd. Td rifi biz jln” ma ricna.. tiba”, rintik” kecil datang. Tp masih rintik, kok. Sambil jalan, rifi agak bingung,, kok ga ngerasain air setitik pun, ya?? Pdhl jalanan dah basah kuyup..
Di depan rumah norman, kebingungan pun terjawab. Hujan deras mengguyur di depan mata. Literally, ini betul” DI DEPAN rifi. Jd, rifi ma ricna tu sama sekali ga kena hujan. Rasanya jd pengen ketawa keras”, ngeliat hujan deras di depan mata, basah di mana”, tp ga di baju kita berdua.
Ternyata hujannya jalan. Well, awannya sih, yg jalan, but let’s say, hujan berjalan.
Hujannya mengarah ke al-kautsar. Jadi, rifi n ricna bs pulang di belakang hujan. Alangkah janggalnya, melihat atap rumah orang masih mengalirkan sisa” air hujan, sementara di langit di atasnya ga meneteskan air sedikit pun. Dr arah berlawanan, teman” yg mengendarai motor menarik gas kuat-kuat. Tubuh mereka terlihat jelas basah. Sementara kami, di bawah langit yg sama, di atas jalan yg sama, menjalankan motor dgn santai bersiul-siul (bo’ong kok, rifi n ricna ga bs bersiul) dan pakaian yg kering sama sekali.
Tepat di depan rumah, 4-5 meter mau ke depan rumah, kami ngeliat hujannya tiba” datang dan mengguyur rumah kami. Benar” cuma rumah kami. Ricna ampe matiin motor sebentar, nunggu. Jd serasa ngeliat hujan buatan buat syuting film, kami masih ga basah. Akhirnya kami terkena tetes air waktu mau naikin motor ke tempatnya, karena terkena pancuran dr atap. Waktu itu, hujannya dah ngelanjutin perjalanan. Mungkin ke rumah Chaca. Atau langsung ke rumah fani.
Bbrp menit kemudian, terdengar suara hujan yg beramai-ramai mengetuk atap rumah. Oh, rifi jd mengerti ttg hujan yg selama ini rifi anggap ga konsisten.
Ternyata bukan ga konsisten. Hanya saja, bukan cuma kita yg perlu diguyur.
Hahahaha. . .
Di depan rumah norman, kebingungan pun terjawab. Hujan deras mengguyur di depan mata. Literally, ini betul” DI DEPAN rifi. Jd, rifi ma ricna tu sama sekali ga kena hujan. Rasanya jd pengen ketawa keras”, ngeliat hujan deras di depan mata, basah di mana”, tp ga di baju kita berdua.
Ternyata hujannya jalan. Well, awannya sih, yg jalan, but let’s say, hujan berjalan.
Hujannya mengarah ke al-kautsar. Jadi, rifi n ricna bs pulang di belakang hujan. Alangkah janggalnya, melihat atap rumah orang masih mengalirkan sisa” air hujan, sementara di langit di atasnya ga meneteskan air sedikit pun. Dr arah berlawanan, teman” yg mengendarai motor menarik gas kuat-kuat. Tubuh mereka terlihat jelas basah. Sementara kami, di bawah langit yg sama, di atas jalan yg sama, menjalankan motor dgn santai bersiul-siul (bo’ong kok, rifi n ricna ga bs bersiul) dan pakaian yg kering sama sekali.
Tepat di depan rumah, 4-5 meter mau ke depan rumah, kami ngeliat hujannya tiba” datang dan mengguyur rumah kami. Benar” cuma rumah kami. Ricna ampe matiin motor sebentar, nunggu. Jd serasa ngeliat hujan buatan buat syuting film, kami masih ga basah. Akhirnya kami terkena tetes air waktu mau naikin motor ke tempatnya, karena terkena pancuran dr atap. Waktu itu, hujannya dah ngelanjutin perjalanan. Mungkin ke rumah Chaca. Atau langsung ke rumah fani.
Bbrp menit kemudian, terdengar suara hujan yg beramai-ramai mengetuk atap rumah. Oh, rifi jd mengerti ttg hujan yg selama ini rifi anggap ga konsisten.
Ternyata bukan ga konsisten. Hanya saja, bukan cuma kita yg perlu diguyur.
Hahahaha. . .