Alangkah uniknya kalau mengingat bagaimana pertama kalinya aku bisa bergabung dalam "dunia" MTQ ini.
Waktu itu aku baru kembali bersekolah kelas 1 SMA stlh 1,5 tahun break, fokus hny menghafal al-Qur'an. Ibarat ikan yg baru dilepas ke sungai besar, aku jumpalitan, aktif sana sini, semua kegiatan ingin kuikuti, semua orang ingin kutanyai. Suatu hari, aku membaca ulasan di koran tentang seorang anak SMA yang juara kaligrafi. Aku lupa, entah tertulis di koran tersebut, atau aku menyimpulkan sendiri, aku melihat ada peluang untukku mengikuti lomba serupa. Ya, dengan GR-nya aku merasa bisa ikut lomba kaligrafi. Sekarang stlh mengetahui lomba kaligrafi yg sbnrnya, aku mundur teratur deh ^^.
Kembali ke masa SMA, aku akhirnya bertanya pada guru agama di kelasku, siapa tahu beliau pernah dengar info tentang lomba tersebut. Sayangnya, beliau tdk tahu. Aku pun tak lagi banyak berharap. Ya sudahlah, toh aku juga tidak begitu pandai kaligrafi, cuma tau menulis huruf2 hijaiyah ^^.
Suatu hari, yg belum begitu jauh dari hari bertanya pada guru agama, aku datang ke kantor guru. Entah urusan apa. Lupa. Hanya ingat, aku sedang berbincang dgn guru fisika. Bapak ini sbnrnya seorang aktivis dakwah juga. Istrinya sempat menjadi pembimbingku dan teman2. Sebagai aktivis dakwah, pak guru fisika ini tentu punya concern lebih terhadap hal2 terkait agama, termasuk isu bahwa aku penghafal alQur'an. Aku sendiri tak paham, dari mana bapak ini tahu hal seperti itu. Akhirnya, di kantor guru, aku ditanya ttg ayat alQur'an, diminta melanjutkan ayat. Aku masih ingat benar, ayat itu adl ayat ke-53 surah alMaidah. Sebab setelah membacakan sebagian lanjutan ayat (waktu itu aku menyerah untuk ujung ayat yg terasa mirip semua), aku jelaskan bhw ayat itu mencerminkan ttg generasi Robbani, sehingga agar mudah diingat disebut sebagai generasi 553, surah ke-5 ayat 53. Pak guru dengan antusias mencatat penjelasan dariku sambil berkata tentang satu dua hal yg (lagi2) aku tak ingat. Ya, saat itu perhatianku teralihkan pada guru Seni & Budaya yg tiba2 berseru dari ujung ruangan,
"Siapa? Siapa yg hafal alQur'an?"
Pak guru Fisika menjawab enteng, "Ini loh, Pak, Rifi." Lalu kembali berkata padaku, "Hafalannya harus sering2 diulang lagi ya, biar lancar."
Tapi pak guru S&B masih penuh antusias. "Kamu? Kamu hafal alQur'an?! Coba, kamu ke sini dulu."
Jadilah aku "diculik" guru S&B.
"Kamu hafal berapa juz?" tanya bapak guru. Aku menjawab sekenanya.
"Ikut lomba hafalan 10 juz, bisa?" Aku ternganga. Walaupun hafal, aku sama sekali tak punya bayangan seperti apa lomba 10 juz itu.
"Saya ini pengurus LPTQ kota Bontang, kebetulan sebentar MTQ tingkat provinsi di Grogot, tapi dari bontang, hafizhah 10 juz nya belum ada. Kalau kamu mau, nama kamu langsung saya masukkan. "Aku masih terbengong-bengong. "Nanti ada pelatihnya, kamu bisa latihan ekstra buat ngejar, karena lombanya sebentar lagi." Aku bahkan tak ingat, apakah saat itu aku menjawab, "Saya coba, Pak." atau mengangguk, atau malah diam saja. Yang pasti, pak guru S&B sepertinya tidak peduli keraguanku, targetnya setidaknya tidak ada posisi yg kosong.
"Siapa nama kamu?" Beliau pun mencatat namaku di selembar kertas dan sampai beberapa hari ke depan mulai sibuk mengurus berkas2 persyaratan pesertaku, termasuk kartu pelajar yg langsung jadi dalam sehari.
Sampai pulang sekolah hari itu aku masih tak habis pikir bagaimana uniknya cara Allah. Aku mendapat info di koran ttg lomba kaligrafi dan bertanya pada guru agama, tidak ada hasil. Ketika tidak mencari, aku malah mendapat, dari seorang guru S&B, secara tidak sengaja, dan lomba hafalan.
Inilah salah satu bukti nyata bahwa manusia hny punya rencana, tapi Allah yg menentukan. Dan aku juga jadi curiga, mungkin masing2 kita sudah punya jalan hidup yg telah digariskan, jalan yg jika kita tempuh akan lebih dekat dan cepat mencapai tujuan. Kalau pernah baca novel sang Alkemis, jalan hidup ini disebut Legenda. Secara berkala, kita sebenarnya selalu diingatkan ttg Legenda kita, tapi kita memilih utk menuruti atau mengbaikan. Mungkin inilah Legenda-ku?
Well, waktu itu aku belum baca novel Sang Alkemis, jadi aku tidak berpikir sampai sana. Aku hanya terkesima pada bagaimana jalinan peristiwa yg Allah atur secara sengaja dan kita sangka semua terjadi tidak sengaja. Nanti, tahun2 mendatang, ke"terkesimaan"ku semakin menjadi-jadi.
Ah, tak sampai tahun2 mendatang, usai lomba di Grogot saja aku jadi banyak merenungkan kekuasaan Allah. Tunggu ceritanya, ya! :)
Waktu itu aku baru kembali bersekolah kelas 1 SMA stlh 1,5 tahun break, fokus hny menghafal al-Qur'an. Ibarat ikan yg baru dilepas ke sungai besar, aku jumpalitan, aktif sana sini, semua kegiatan ingin kuikuti, semua orang ingin kutanyai. Suatu hari, aku membaca ulasan di koran tentang seorang anak SMA yang juara kaligrafi. Aku lupa, entah tertulis di koran tersebut, atau aku menyimpulkan sendiri, aku melihat ada peluang untukku mengikuti lomba serupa. Ya, dengan GR-nya aku merasa bisa ikut lomba kaligrafi. Sekarang stlh mengetahui lomba kaligrafi yg sbnrnya, aku mundur teratur deh ^^.
Kembali ke masa SMA, aku akhirnya bertanya pada guru agama di kelasku, siapa tahu beliau pernah dengar info tentang lomba tersebut. Sayangnya, beliau tdk tahu. Aku pun tak lagi banyak berharap. Ya sudahlah, toh aku juga tidak begitu pandai kaligrafi, cuma tau menulis huruf2 hijaiyah ^^.
Suatu hari, yg belum begitu jauh dari hari bertanya pada guru agama, aku datang ke kantor guru. Entah urusan apa. Lupa. Hanya ingat, aku sedang berbincang dgn guru fisika. Bapak ini sbnrnya seorang aktivis dakwah juga. Istrinya sempat menjadi pembimbingku dan teman2. Sebagai aktivis dakwah, pak guru fisika ini tentu punya concern lebih terhadap hal2 terkait agama, termasuk isu bahwa aku penghafal alQur'an. Aku sendiri tak paham, dari mana bapak ini tahu hal seperti itu. Akhirnya, di kantor guru, aku ditanya ttg ayat alQur'an, diminta melanjutkan ayat. Aku masih ingat benar, ayat itu adl ayat ke-53 surah alMaidah. Sebab setelah membacakan sebagian lanjutan ayat (waktu itu aku menyerah untuk ujung ayat yg terasa mirip semua), aku jelaskan bhw ayat itu mencerminkan ttg generasi Robbani, sehingga agar mudah diingat disebut sebagai generasi 553, surah ke-5 ayat 53. Pak guru dengan antusias mencatat penjelasan dariku sambil berkata tentang satu dua hal yg (lagi2) aku tak ingat. Ya, saat itu perhatianku teralihkan pada guru Seni & Budaya yg tiba2 berseru dari ujung ruangan,
"Siapa? Siapa yg hafal alQur'an?"
Pak guru Fisika menjawab enteng, "Ini loh, Pak, Rifi." Lalu kembali berkata padaku, "Hafalannya harus sering2 diulang lagi ya, biar lancar."
Tapi pak guru S&B masih penuh antusias. "Kamu? Kamu hafal alQur'an?! Coba, kamu ke sini dulu."
Jadilah aku "diculik" guru S&B.
"Kamu hafal berapa juz?" tanya bapak guru. Aku menjawab sekenanya.
"Ikut lomba hafalan 10 juz, bisa?" Aku ternganga. Walaupun hafal, aku sama sekali tak punya bayangan seperti apa lomba 10 juz itu.
"Saya ini pengurus LPTQ kota Bontang, kebetulan sebentar MTQ tingkat provinsi di Grogot, tapi dari bontang, hafizhah 10 juz nya belum ada. Kalau kamu mau, nama kamu langsung saya masukkan. "Aku masih terbengong-bengong. "Nanti ada pelatihnya, kamu bisa latihan ekstra buat ngejar, karena lombanya sebentar lagi." Aku bahkan tak ingat, apakah saat itu aku menjawab, "Saya coba, Pak." atau mengangguk, atau malah diam saja. Yang pasti, pak guru S&B sepertinya tidak peduli keraguanku, targetnya setidaknya tidak ada posisi yg kosong.
"Siapa nama kamu?" Beliau pun mencatat namaku di selembar kertas dan sampai beberapa hari ke depan mulai sibuk mengurus berkas2 persyaratan pesertaku, termasuk kartu pelajar yg langsung jadi dalam sehari.
Sampai pulang sekolah hari itu aku masih tak habis pikir bagaimana uniknya cara Allah. Aku mendapat info di koran ttg lomba kaligrafi dan bertanya pada guru agama, tidak ada hasil. Ketika tidak mencari, aku malah mendapat, dari seorang guru S&B, secara tidak sengaja, dan lomba hafalan.
Inilah salah satu bukti nyata bahwa manusia hny punya rencana, tapi Allah yg menentukan. Dan aku juga jadi curiga, mungkin masing2 kita sudah punya jalan hidup yg telah digariskan, jalan yg jika kita tempuh akan lebih dekat dan cepat mencapai tujuan. Kalau pernah baca novel sang Alkemis, jalan hidup ini disebut Legenda. Secara berkala, kita sebenarnya selalu diingatkan ttg Legenda kita, tapi kita memilih utk menuruti atau mengbaikan. Mungkin inilah Legenda-ku?
Well, waktu itu aku belum baca novel Sang Alkemis, jadi aku tidak berpikir sampai sana. Aku hanya terkesima pada bagaimana jalinan peristiwa yg Allah atur secara sengaja dan kita sangka semua terjadi tidak sengaja. Nanti, tahun2 mendatang, ke"terkesimaan"ku semakin menjadi-jadi.
Ah, tak sampai tahun2 mendatang, usai lomba di Grogot saja aku jadi banyak merenungkan kekuasaan Allah. Tunggu ceritanya, ya! :)