Seharusnya kita tak pernah berhenti menulis. Menulis apa saja. Menulis untuk diri sendiri. Menulis untuk orang lain. Menulis untuk kebaikan. Menulis tentang apa saja. Di mana saja. Kapan saja. Apalagi jika kita tidak terkendala oleh fasilitas. Apa lagi?!
Seharusnya kita tak pernah berhenti melarikan pena. Agar pikiran terus bejalan. Waktu pun lebih produktif.
Seharusnya kita mengingat, bagaimana Imam Nawawi tak bisa berhenti dari menulis demi menyadari tugas yang banyak, amanah yang bertumpuk, dan tanggung jawab yang kelak ditanya. Ya, kita punya tanggung jawab untuk menjadi shalih dan menshalihkan orang lain. Kita semua memikul tanggung jawab itu. Kita sudah tahu bahwa kita lemah, maka seharusnya pena itulah yang menjadi kekuatan kita.
Seharusnya kita mengingat, bagaimana kisah Syeikh ‘Abdullah ‘Azzam yang merasakan hidup hanya 9 tahun: 7 ½ tahun sewaktu jihad di Afghan, dan 1 ½ tahun untuk jihad Palestin. Sisanya, bagi Beliau, is nothing! Padahal Beliau tak pernah menyia-nyiakan waktu. Beliau aktif mengajar dan juga belajar. Beliau adalah salah seorang dosen di Universitas al-Azhar Mesir, dan juga produktif dalam menulis. Tapi bagi Beliau, selain jihad, semua itu tak ada artinya.
Maka bagaimana dengan kita..?
0 Comments
|